Universitas Negeri Jakarta
merupakan universitas negeri yang berada di Jakarta yang merupakan Ibukota
Indonesia, yang menjadi pusat pemerintahan, perindustrian, dan lain sebagainya.
Banyak isu-isu yang sedang berkembang di kampus ini. Beberapa ulasan mengenai
isu yang ada di kampus ini saya ceritakan berdasarkan hasil wawancara yang saya
lakukan pada hari Jumat (9/5), berikut laporannya.
Jimi (narasumber) berprofesi
sebagai teknisi gedung di Kampus A Universitas Negeri Jakarta. Beliau telah
bekerja selama kurang lebih empat bulan. Sebelum bertemu dengan Pak Jimi, saya
telah mencari beberapa calon narasumber, seperti penjaga kantin, satpam, namun
mereka enggan untuk diwawancarai karena merasa tidak mengetahui isu-isu yang
ada di Kampus A Universitas Negeri Jakarta.
Setelah lama berkeliling kampus
A, Alhamdulillah akhirnya bertemu dengan Pak Jimi. Mengenai isu kampus, Pak
Jimi menjelaskan bahwa isu yang beliau ketahui hanya isu terbaru yaitu kasus
asusila yang terjadi di FIS. Menurutnya hal ini tidak seharusnya terjadi,
sangat disayangkan sekali hal ini terjadi di kampus yang dikenal sebagai kampus
pendidikan. Kejadian ini menjadi tamparan bagi kita, bahwa ternyata di tempat
mencari ilmu masih memungkinkan terjadi hal-hal seperti ini.
Selain masalah ini, Pak Jimi juga
menceritakan mengenai isu yang ada di lingkungan pekerjaannya. Beliau menuturkan
di lingkungan pekerjaan kondisinya baik-baik saja. “Ketika karyawan bekerja
dengan baik sesuai dengan prosedur, maka pekerjaan akan berjalan dengan baik
pula” ujar Pak Jimi. Masalah pekerjaan dan rekan-rekan dari Pak Jimi sejauh ini
baik-baik saja.
“Kalau dari pekerjaan tidak ada
masalah, yang saya lihat di mahasiswa dan mahasiswinya, beberapa mahasiswa
pulang terlalu malam, hal itu sangat
tidak baik” ujar Pak Jimi. Beberapa kali pak Jimi menemukan mahasiswa yang
masih di kampus hingga malam, bukan untuk keperluan mengerjakan tugas kuliah atau
organisasi, melainkan hanya nongkrong
saja. Lebih menghawatirkan lagi, Pak Jimi bercerita, bahwa beliau pernah memergoki
mahasiswa dan mahasiswi yang berduaan di tangga darurat. Beliau melihat mereka
dari cctv gedung, setelah itu mereka dikejar dan tertangkap. Beliau menyampaikan,
seharusnya mahasiswa tidak melakukan hal itu. Karena sangat tidak pantas bagi
orang yang berpendidikan dan seharusnya paham mengenai hal tersebut.
Itu saja pendapat yang
disampaikan Pak Jimi, mungkin dikarenakan beliau masih baru bekerja di
Universitas Negeri Jakarta, sehingga belum banyak yang beliau ketahui mengenai
kampus ini. Di akhir wawancara, beliau menyarankan saya untuk mewawancarai
atasannya di kantor Building Management lantai 10 Gedung Dewi Sartika. Namun karena
waktu sudah mendekati azan maghrib saya memutuskan untuk tidak mewawancarai
atasan Pak Jimi.
Dari hasil wawancara saya
simpulkan bahwa, ternyata isu-isu yang ada di Universitas Negeri Jakarta tidak
seluruhnya diketahui oleh seluruh masyarakat kampus. Di setiap profesi yang ada
di Universitas Negeri Jakarta ternyata memiliki cerita atau masalah yang
berbeda-beda. Seperti kasus yang diceritakan Pak Jimi, saya pun baru mendengar
hal tersebut. Perlu digiatkan kembali usaha-usaha untuk menjaga mahasiswa agar
tidak melakukan kegiatan yang tidak baik, seperti budaya salim unj yaitu GST
atau Gerakan Setengah Tujuh. Budaya ini dapat mencegah terjadinya hal-hal yang
tidak dinginkan. Penjagaan terhadap mahasiswa dalam hal ini juga merupakan
salah satu bentuk advokasi mahasiswa. Sekian laporan hasil dari
wawancara yang saya lakukan, semoga dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Retno Wulandari
Kelompok 9
Tidak ada komentar:
Posting Komentar